Tuesday, September 29, 2015

Tuesday, September 1, 2015

Mandi bugil di Pura Sumedewi, Mata Air Masmadewi (Pancuran Pangsut)

Mandi di Mata Air Masmadewi atau Pancuran Pangsut tidak boleh mengenakan pakaian sama sekali alias telanjang bulat,
dimaksudkan untuk menjaga kesucian daerah tersebut dengan kembali seperti yang telah Tuhan Ciptakan
Mata Air Masmadewi atau disebut pancuran pangsut berada tepat di belakang Pura Sumedewi. Pura Sumedei sendiri berada di desa Bebalang, kabubaten Bangli, Bali. untuk menemukan lokasi pura ini sebenarnya cukup mudah hanya saja jalan untuk mencapai lokasi ini sempit, terjal dan agak rusak saat blok ini saya tulis. tapi lumayan mobil bisa lewat. apalagi motor. atau kalau ingin sekalian olah raga, mobil bisa di parkir di bale Banjar. tempat pertemuan seperti pendapa yang terdapat di perempatan sebelum menuju Pura Sumedewi.
Peta Bali, lokasi berada dalam kotak merah

Dalam kotak merah yang diperbesar, Kabupaten Bangli. Titik merah adalah lokasi Pura Sumedewi / Mata Air Masmadewi / Pancuran Pangsut
Pra Sumedewi. Di belakang Pura ini Mata Air Masmadewi /  Pancuran Pangsut Berada. Tepatnya di luar halaman Pura dan agak turun ke bawah

Mata Air Masmadewi atau pancuran pangsut sendiri adalah sumber air suci (holy Spring) yang dipercaya oleh masyarakat sejak dari dulu. karena kesuciannya itu siapa saja yang ingin mandi di Mata Air Masmadewi atau pancuran pangsut tidak boleh mandi dengan berpakaian meskipun dengan sehelai benang apalagi celana dalam. alias mandi di Mata Air Masmadewi atau pancuran pangsut ini harus telanjang bulat. tidak peduli cewek maupun cowok meskipun tidak ada pembatas apapun dan dinding apapun. selain itu mandi pada Mata Air Masmadewi atau pancuran pangsut ini juga tidat boleh derpikiran aneh-aneh termasuk perasaan sebel. jadi mandi di Mata Air Masmadewi atau pancuran pangsut adalah betul-betul kembali kepada kesucian atau alam sebab kita akan merasakan sensasi mandi dengan bebas di alam terbuka meskipun dengan telanjang bulat tanpa ada yang ditutup-tutupi. sebab sebelah Mata Air Masmadewi adalah sebuah jalan desa yang jika ada orang lewat dan melayangkan pandangannya ke arah Mata Air Masmadewi atau pancuran pangsut ini akan bisa melihat kita mandi dengan polosnya dan hanya terpisah oleh sungai yang jika menuju ke Mata Air Masmadewi atau pancuran pangsut melalui jembatan yang kecil pula.

Letak Mata Air Masmadewi yang berada di belakang Pura Sumedewi

Tapi jangan khawatir dan jangan malu, sebab masyarakat sekitar sudah memahami, menyadari dan terbiasa akan hal itu bahkan di jaga oleh pecalang (polisi adat Bali) yang tugasnya juga menjaga kesucian Mata Air Masmadewi atau pancuran pangsut. karena apabila ada orang yang terlihat asing akan diawasi agar mandinya tidak mengenakan pakaian sama sekali. hal itu adalah kearifan budaya lokal asli bangsa ini yang harus kita hargai dan dipertahankan.


Letak Mata Air Masmadewi / Pancuran Pangsut yang di lereng bukit dan di bawah pohon rindang menjadikan Mata Air Masmadewi / Pancuran Pangsut ini begitu alami.

Peraturan tertullis pada Mata Air Masmadewi / Pancuran Pangsut yang harus di taati
Bahkan saya pun tidak sungkan-sungkan untuk melakukan mandi di alam terbuka dengan bebas telanjang bulat dan diawasi oleh beberapa orang dari dekat yaitu penduduk dan pecalang. tapi jangan mengira diawasi seperti seorang polisi yang mengawasi dengan pandangan sangar bukan. tapi mengawasi dengan sapaan, keramahan dengan mengajak ngobrol bahkan menunjukan jalan wisata ketempat lain yang tak kalah bagusnya. merasakan indahnya bersosialisasi tanpa ada perbedaan dengan mandi bugil bersama.



Saya pun memutuskan untuk menikmati segarnya Mata Air Masmadewi atau Pancuran Pangsut, Tapi jangan berpikir jorok atau porno, ini merupakan kearifan budaya asli yang harus dipertahankan dan dilestarikan.

Taman Soekasada Ujung (Ujung Water Palace)

Taman Ujung atau Taman Sukasada, adalah sebuah taman di banjar Ujung, desa Tumbu, kecamatan Karangasem, Karangasem, Bali. Taman ini terletak sekitar 5 km di sebelah tenggara kota Amlapura. Di masa Hindia Belanda tempat dikenal dengan nama Waterpaleisatau "istana air"
Taman Ujung Karangasem dibangun oleh raja Karangasem I Gusti Bagus Jelantik, yang bergelar Anak Agung Agung Anglurah Ketut Karangasem. Pada awalnya luasnya hampir 400 hektare, tetapi sekarang hanya tinggal sekitar 10 hektare. Kebanyakan tanah tersebut sudah dibagikan kepada masyarakat pada masa land reform. Taman ini adalah milik pribadi keluarga Puri Karangasem. Namun pengunjung umum diperbolehkan mengunjunginya.
Taman Ujung dibangun tahun 1909 atas prakarsa Anak Agung Anglurah. Arsiteknya adalah seorang Belanda bernama van Den Hentz dan seorang Cina bernama Loto Ang. Pembangunan ini juga melibatkan seorang undagi (arsitek adat Bali). Taman Ujung sebenarnya adalah pengembangan dari kolam Dirah yang telah dibangun tahun 1901. Pembangunan Taman Ujung selesai tahun 1921. Tahun 1937, Taman Ujung Karangasem diresmikan dengan sebuah prasasti marmer yang ditulisi naskah dalam aksara Latin dan Bali dan dua bahasa, Melayu dan Bali.

Ujung Water Palace is a former palace in Karangasem RegencyBali. Now, this palace also known as Ujung Park or Sukasada Park. It is located approximately 5 kilometres from Amlapura. In the Dutch East Indies era, this place known by the nameWaterpaleis. The palace three large pools. In the middle of the pool, there is the main building named Gili Bale, connected to the edge of the pool by bridge.
Ujung Water Palace was built by the King of Karangasem, I Gusti Bagus Jelantik, who holds Anak Agung Agung Ketut Karangasem Anglurah. This palace is a privately owned by Karangasem Royal. It was built in 1909 on the initiative of Anak Agung Anglurah. The architect was a Dutch van Den Hentz and a Chinese Loto Ang. This development also involves the undagi (Balinese architect). This palace is actually the development fromDirah Pool which has been built in 1901 The construction was completed in 1921. In 1937, Taman Ujung Karangasem inaugurated with a marble stele inscribed with the text in Latin and Balinese script and also two languages, Malay and Balinese.[1] It was destroyed almost entirely by the eruption of Mount Agung in 1963 and earthquake in 1975.




 Adapun lokasi adalah sebagai berikut:




























Add caption